(2/6)
Masalah lain yang menimbulkan perbedaan pendapat Islam dan
Nasrani, dan menjadi puncak perdebatan antara dua golongan
itu pada masa Nabi, ialah masalah penyaliban Isa untuk
menebus dosa orang dengan darahnya. Secara tegas Quran telah
membantah bahwa orang-orang Yahudi membunuh dan menyalib
Isa. "Dan perkataan mereka bahwa: kami telah membunuh
Almasih Isa anak Mariam - Utusan Allah. Tetapi mereka tidak
membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan begitu
terbayang pada mereka. Dan mereka yang masih berselisih
pendapat tentang itu sebenarnya masih ragu, sebab tak ada
pengetahuan mereka tentang itu, selain berdasarkan prasangka
saja, dan merekapun tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan
Allah telah mengangkatnya kepadaNya. Maha Mulia Kekuasaan
Allah dan Bijaksana." (QS, 4:157-148)
Kalaupun konsepsi tentang penebusan dosa anak-cucu Adam
dengan darah Isa memang indah sekali, dan apa yang ditulis
orang tentang itu patut menjadi bahan studi dari segala
seginya, baik literair, etika atau psikologi, namun prinsip
yang telah ditentukan Islam, bahwa orang tidak dibenarkan
memikul beban dosa orang lain, dan bahwa setiap orang pada
hari kemudian diganjar sesuai dengan perbuatannya - kalau ia
berbuat baik dibalas dengan kebaikan, kalau jahat dibalas
dengan kejahatan - menyebabkan pendekatan logis antara kedua
ajaran ini tidak mungkin. Di sini logika Islam sangat
konkrit, sehingga tak ada gunanya usaha mencari persesuaian,
melihat garis perbedaan yang begitu tajam antara konsepsi
penebusan dan konsepsi hukum yang bersifat pribadi. "Seorang
bapa takkan dapat menolong anaknya, dan anakpun tiada
sedikit juga akan dapat menolong bapanya." (QS, 31:33)
Tentang agama baru ini, sudah adakah dari kalangan Nasrani
ketika itu yang mau memikirkannya, serta melihat kemungkinan
bertemunya konsepsi Tauhid dengan ajaran yang dibawa Isa
itu? Ya, memang ada, dan banyak di antara mereka itu yang
lalu beriman kepada ajaran ini.
RUMAWI DAN KAUM MUSLIMIN
Akan tetapi Kerajaan Rumawi - yang karena kemenangannya kaum
Muslimin telah turut gembira dan menganggapnya suatu
kemenangan bagi agama-agama Kitab - penguasa-penguasanya
tidak mau bersusah payah mempelajari agama baru itu. Mereka
memandang semua kemungkinan hanya dari segi politik semata
dan yang dipikirkan hanya nasib kerajaannya bila agama yang
baru itu kelak mendapat kemenangan. Oleh karena itu mereka
malah bersekongkol menentangnya, dengan mengirimkan pasukan
besar-besaran - suatu sumber mengatakan seratus ribu, yang
lain mengatakan duaratus ribu - yang mengakibatkan timbulnya
perang Tabuk. Pihak Rumawi ternyata mundur berhadapan dengan
pasukan Muslimin - dengan Muhammad sebagai komandannya -
yang hendak menangkis serangan musuh yang tidak diinginkan
itu.
Sejak itulah kaum Muslimin dan kaum Nasrani berada dalam
posisi permusuhan politik, yang selama berabad-abad
berikutnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin. Selama
itu lingkungan kekuasaan mereka membentang sampai ke
Andalusia di sebelah barat, ke India dan Tiongkok di sebelah
timur. Sebagian besar daerah-daerah ini menerima agama baru
itu dan bahasa Arab sebagai bahasa yang sudah ditentukan.
Setelah tiba masanya sejarah harus beredar, pihak Nasrani
pun mengusir kaum Muslimin dari Andalusia, memerangi mereka
dengan serangkaian Perang Salib. Mereka menyerang agama dan
Nabi dengan cara yang sangat keji, disertai kebohongan dan
fitnah semata-mata. Demikian kejinya mereka itu, sehingga
lupa mereka tentang apa yang pernah disampaikan Muhammad
'alaihissalam dalam hadis-hadis dan dalam Qur'an melalui
wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa Islam mengangkat
martabat Isa 'alaihissalarn setinggi yang diberikan Allah
kepadanya.
PENULIS-PENULIS KRISTEN DAN MUHAMMAD
Ketika menguraikan, pandangan penulis-penulis Kristen sampai
pada pertengahan abad kesembilanbelas, sehubungan dengan
adanya mereka yang berprasangka jahat terhadap Muhammad
Dictionnaire Larousse menyebutkan demikian: "Dalam pada itu
Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam
kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak
berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru
untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya. Cerita-cerita
khayal dan cabul banyak terjadi dalam sejarah hidupnya.
Sejarah hidup Bahaume (Muhammad) hampir terdiri dari hasil
lektur semacam itu. 'Cerita Muhammad' yang disiarkan oleh
Reinaud dan Francisque Michel tahun 1831 melukiskan kepada
kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan
itu tentang dia. Dalam abad ketujuhbelas Bell memberikan
suatu tanggapan tentang sejarah yang sifatnya merendahkan
arti Qur'an dengan suatu tinjauan berdasarkan sejarah.
Sungguhpun begitu ia masih diliputi oleh ketentuan-ketentuan
yang salah mengenai dirinya. Akan tetapi dia mengakui, bahwa
ketentuan moral dan sosial yang dibuatnya tidak berbeda
dengan ketentuan Kristen, kecuali soal hukum qishash (Lex
Talionis?) dan polygyny."
Dari sekian banyak Orientalis yang telah membuat analisa
tentang sejarah hidup Muhammad, ada seorang di antaranya
yang agak jujur, yaitu penulis Perancis Emile Dermenghem. Ia
memperingatkan kolega-kolega yang menulis tentang agama ini
dengan mengatakan: "Sesudah pecah perang Islam-Kristen,
dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah-pengertian
bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa
orang-orang Baratlah yang memulai timbulnya pertentangan itu
sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis
Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi
-kecuali Jean Damasceme- telah melempari Islam dengan
pelbagai macam penghinaan. Para penulis dan penyair
menyerang kaum Muslimin Andalusia dengan cara yang sangat
rendah. Mereka menuduh, bahwa Muhammad adalah perampok unta,
orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang
sihir, kepala bandit dan perampok, bahkan menuduhnya sebagai
seorang pendeta Rumawi yang marah dan dendam karena tidak
dipilih menduduki kursi Paus ... Dan yang sebagian
mengiranya ia adalah tuhan palsu, yang oleh
pengikut-pengikutnya dibawakan sesajen berupa kurban-kurban
manusia. Bahkan Guibert de Nogent sendiri, orang yang begitu
serius masih menyebutkan, bahwa Muhammad mati karena krisis
mabuk yang jelas sekali, dan bahwa tubuhnya kedapatan
terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah
dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan, bahwa
itulah sebabnya minuman keras dan daging binatang itu
diharamkan.
Di samping itu ada beberapa nyanyian yang melukiskan
Muhammad sebagai berhala dari emas, dan mesjid-mesjid
sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan
gambar-gambar. Pencipta "Nyanyian Antakia" (Chanson
d'Antioche) membawa cerita tentang adanya orang yang pernah
melihat berhala "Mahom" terbuat dari emas dan perak murni
dan dia duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat
dari lukisan mosaik. Sedang "Nyanyian Roland" (Chanson de
Roland) melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne
menghancurkan berhala-berhala Islam, dan mengira bahwa kaum
Muslimin di Andalusia itu menyembah trinitas terdiri dari
Tervagant, Mahom dan Apollo. Dan "Cerita Muhammad" (Le Roman
de Mahomet) itu menganggap, bahwa Islam membenarkan wanita
melakukan polyandri.
"Cara berpikir yang penuh dengan kedengkian dan penuh
legenda itu tetap menguasai kehidupan mereka. Sejak zaman
Rudolph de Ludheim, sampai saat kita sekarang ini, masih ada
saja orangorang semacam Nicolas de Cuse, Vives, Maracci,
Hottinger, Bibliander, Prideaux dan yang lain. Mereka itu
menggambarkan Muhammad sebagai penipu, dan Islam merupakan
sekumpulan kaum bidat. Semua itu adalah perbuatan setan.
Kaum Muslimin adalah orang-orang buas sedang Qur'an adalah
suatu gubahan yang tak berarti. Mereka tidak membicarakannya
secara sungguh-sungguh, karena sudah dianggap tidak ada
artinya. Tetapi, dalam pada itu Pierre le Venerable,
pengarang pertama yang telah menulis risalah anti Islam di
Barat dalam abad keduabelas telah menterjemahkan Qur'an ke
dalam bahasa Latin. Dalam abad keempatbelas Peirre Pascal
termasuk orang yang mau mendalami studi-studi tentang Islam.
Innocent III pernah melukiskan Muhammad, bahwa dia adalah
musuh Kristus (Antichrist). Sedang abad Pertengahan
menganggap Muhammad seorang heretik (melanggar ajaran agama
Kristen). Orang-orang semacam Raymond Lulle dalam abad
keempatbelas, Guellaume Postel dalam abad keenambelas,
Roland dan Gagnier dalam abad kedelapanbelas, Pendeta de
Broglie dan Renan dalam abad kesembilanbelas, mempunyai
tanggapan yang beraneka ragam. Sebaliknya orang-orang
semacam Comte Boulainvilliers, Scholl, Caussin de Perceval,
Dozy, Sprenger, Barthelemy Saint-Hilaire, de Casteries,
Carlyle dan yang lain, pada umumnya mereka memperlihatkan
sikap jujur terhadap Islam dan Nabi, dan kadang
memperlihatkan sikap hormat. Sungguhpun begitu, dalam tahun
1876 Droughty bicara tentang Muhammad dengan mengatakan:
"Itu Arab munafik yang kotor." Sebelum itu, dalam tahun 1822
juga Foster telah mencacinya. Sampai sekarang sebenarnya
masih ada musuh-musuh Islam itu yang bersemangat."[5]
Catatan kaki:
-------------
[5] Emile Dermenghem, La Vie de Mahomet, halaman 135 dan
berikutnya.
Kita sudah melihat, bukan, penulis-penulis Barat itu, begitu
rendah menyerangnya? Juga sudah kita lihat kegigihan mereka
selama berabad-abad yang mau menanamkan rasa permusuhan
dan kebencian di kalangan umat manusia. Padahal di kalangan
mereka itu ada orang-orang yang sudah mengalami zaman yang
biasa disebut zaman ilmu pengetahuan, zaman riset dan zaman
kebebasan berpikir serta adanya deklarasi persaudaraan
antara sesama manusia.
Dengan adanya orang-orang yang jujur dalam batas-batas
tertentu telah mengurangi juga adanya pengaruh yang
menyesatkan seperti yang diisyaratkan oleh Dermenghem itu.
Di antara mereka ada yang mengakui kebenaran iman Muhammad
membawakan risalah itu yang dipercayakan Allah kepadanya
melalui wahyu yang harus disampaikan. Ada pula yang sangat
menghargai kebesaran Muhammad dalam arti rohani, ketinggian
akhlaknya, harga dirinya serta jasanya yang tidak sedikit.
Ada yang melukiskan semua itu dengan gaya yang kuat dan
indah sekali. Meskipun demikian, pihak Barat masih juga
berprasangka buruk terhadap Islam dan terhadap Nabi,
kemudian demikian beraninya mereka itu sampai-sarnpai di
daerah-daerah Islam sendiri kalangan misionaris melancarkan
penghinaan yang begitu rendah, dan berusaha membelokkan kaum
Muslimin dari ajaran agamanya kepada agama Kristen.
(bersambung ke hal 3)
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1