Ramadhan Pertamaku


Seorang guru warga negara Inggris, mendapatkan hidayah-Nya pada bulan Ramadhan. Kemudian ia bersyahadat, menjadi dai, dan mengakui Islam sebagai petunjuk jalan bagi kehidupan.  Sebelumnya, ia adalah seorang pendeta Katholik Roma mengajar di sebuah sekolah umum tentang perbandingan agama. Idris Tawfiq bahkan pernah tinggal dan hidup di Vatican City selama lima tahun lamanya. Tapi siapa sangka, salah seorang murid yang meminta izin untuk shalat di kelasnya, berujung pada hidayah. Berikut penuturannya:

Pasca peristiwa 11 September 2001, banyak peristiwa besar terjadi dan mempengaruhi hidup penduduk dunia, termasuk Idris Tawfiq. Semua orang mencurigai Islam, dan menuduh Islam bertanggung jawab atas semua kekerasan. Pengalamannya berinteraksi dengan Muslim dan dunia Islam, membuatnya bertanya-tanya, kenapa Islam yang disalahkan? Mengapa tak ada yang menyebut ajaran Kristen sebagai ajaran teror ketika seorang Kristiani melakukan aksi teror? Kenapa hanya Islam?

“Suatu hari saya berkunjung ke masjid terbesar yang ada di London untuk lebih tahu tentang agama Islam. Dan kebetulan saat itu, Yusuf Islam, mantan penyanyi dunia sedang berbicara pada banyak orang menjelaskan tentang Islam,” ujar Idris Tawfiq. Lalu ia pun bertanya pada Yusuf Islam, tentang apa saja yang dilakukan seorang Muslim?

“Dia memberikan jawaban, seorang Muslim harus beriman kepada Allah, menjalankan shalat lima kali dalam sehari dan berpuasa ketika Ramadhan. Dan saya berkata pada dia, saya sudah melakukannya, meski belum ber-Islam,” kata Idris Tawfiq.

“Lalu, apa yang menahanmu,” tanya Yusuf Islam.

“Saya tidak berniat untuk menjadi seorang Muslim,” terang Idris Tawfiq. Dan pada saat itu, terdengar suara adzan, panggilan untuk shalat. Semua orang bersiap diri dan berdiri di dalam shaff shalat.

“Saya berdiri di belakang, lalu menangis dan menangis. Pada diri saya sendiri saya bertanya, siapakah yang hendak saya bodohi dengan berlaku seperti ini?”

Setelah shalat usai, Idris Tawfiq menemui lagi Yusuf Islam memintanya untuk sebuah kalimat yang dengannya pintu gerbang Islam terbuka, syahadat. “Setelah menjelaskannya dalam bahasa Inggris, saya mengikuti kalimat dalam bahasa Arab yang diajarkan oleh Yusuf Islam,” ujarnya sambil menyeka air mata bahagia. Dan setelah itu, kebahagiaan demi kebahagiaan seolah tak henti-hentinya dirasakan Idris Tawfiq. Termasuk pengalamannya puasa Ramadhan pertama yang dijalaninya. 

Berikut penuturannya: 

Kita semua, sebenarnya bisa dan punya banyak waktu untuk mengenang dan melihat kembali masa-masa yang sudah kita habiskan dalam hidup ini. Orang-orang yang kita temui, tempat-tempat yang kita kunjungi adalah hal-hal penting yang harus kita ingat dari waktu ke waktu. Untuk apa? Untuk melihat bagaimana tangan Allah bekerja dalam kehidupan manusia, bahkan ketika kita tidak menyadarinya. 

Seringkali kita terlalu sibuk bermacam urusan yang telah menyita banyak waktu dalam hidup kita. Dengan melakukan refleksi, kita bisa belajar tentang rasa syukur dan melihat bagaimana rencana Allah yang Maha Besar berjalan mengatur hidup manusia. 

Saya merenungi kembali Ramadhan pertama kali yang saya alami sebagai seorang Muslim dan merenungi semua kejadian yang saya alami sejak saat itu. Ramadhan pertama yang saya alami adalah moment yang sangat special. Tapi sebelum bercerita tentang itu, saya ingin menulis dua momentum Ramadhan sebelumnya.

Saat itu saya menjadi Kepala Pendidikan Agama di sebuah sekolah khusus untuk anak laki-laki di Selatan London. Dan salah satu tanggung jawab saya adalah mengajarkan perbedaan agama-agama yang ada di seluruh dunia. Di sekolah ini kami belajar tentang agama besar; Kristen, Yahudi, Budha, Islam, Sikh dan juga Hindu. Ketika menyampaikan materi-materi tersebut, salah satu target yang ingin dicapai adalah rasa pengertian dan menumbuhkan pemahaman multi-kultural di antara pelajar. Terutama menjelaskan duduk perkara yang benar tentang Islam pada masyarakat Inggris, yang selama ini hanya mendapatkan informasi dari televisi semata.  

Saya sendiri sudah berkunjung ke Mesir, dan di sana saya menjadi saksi betapa Muslim adalah masyarakat yang lembut dan sangat hangat. Sebelum menjadi seorang Muslim, membaca buku tentang Islam adalah salah satu kegiatan yang sangat sering saya lakukan, sebagai bahan ajaran.

Suatu ketika, tepat sebelum Ramadhan pertama saya, saat saya berada di sekolah, seorang murid mendekati saya dan meminta izin kepada saya untuk shalat di kelas. Saya merasakan, tangan Allah sedang bekerja dengan cara yang sangat luar biasa. Allah menggunakan cara-cara yang sangat sederhana untuk menghadirkan keajaiban dalam hidup kita.

Kelas saya adalah satu-satunya kelas yang ada karpet dan tempat mencuci tangan. Dan saya mengizinkan murid tadi untuk berwudhu dan shalat di kelas saya. Tapi kepala sekolah meminta saya untuk mengawasi murid yang melakukan shalat di kelas saya. Maka jadilah saya, setiap jam makan siang menjaga dan mengawasi murid-murid Muslim yang melakukan shalat sepanjang musim Ramadhan itu.

Di penghujung bulan Ramadhan, saya sudah nyaris hapal semua gerakan shalat dan bacaan yang sering mereka bacakan kepada saya, meski saya tak mengerti artinya, walaupun sepatah kata. Ramadhan tahun berikutnya, meski saya masih seorang non-Muslim, saya mulai belajar berpuasa bersama-sama murid saya sebagai bentuk solidaritas kepada mereka.

Tapi solidaritas itu berkembang ke arah yang tak pernah saya duga. Tidak lama berselang, alhamdulillah, saya bersyahadat dan memeluk Islam. Saya bergabung bersama murid-murid saya untuk shalat setiap hari, dan mempelajari Islam sebagai seorang mualaf.

Ramadhan pertama saya, adalah moment yang sangat special. Saya bersama-sama semua murid Muslim mengadakan ifthar jama’I, buka puasa bersama di sekolah. Buka puasa bersama ini kami adakan pada malam 17 Ramadhan, bersamaan peringatan turunnya al Qur’an. Bersama-sama kami melihat film tentang Sirah Nabawiyah, seorang di antara murid saya membaca al Qur’an dengan suara yang sangat merdu dan indah.
Di saat-saat seperti itu saya merasa seluruh malaikat turun mengunjungi kelas kami dan melimpahkan berkah yang tiada tara. Selepas shalat Maghrib, kami makan bersama. Ada yang membawa buah, ada yang membawa minuman, juga makanan. Semuanya berbagi pada semua, subhanallah.

Lalu terjadilah peristiwa 11 September 2001, dan masyarakat Muslim menjadi komunitas yang sangat dicurigai di Inggris. Kepala sekolah saya datang menemui di kelas, dan kami memakan kurma bersama untuk berbuta. Saya bercerita kepada kepala sekolah kami, bahwa Rasulullah mengajarkan umat Islam berbuka dengan kurma. Dan dia pun mencoba kurma yang kami berikan.

Menjalani Ramadhan di sebuah negeri yang non-Muslim, seringkali menjadi satu hal yang sangat sulit. Bahkan tak jarang, kita menjadi satu-satunya orang yang berpuasa. Bahkan ketika berbuka, tak ada yang istimewa. Mencari masjid terdekat, juga tak ada. Tapi alhamdulillah, Ramadhan pertama saya sangat sempurna.
Saya menjadi saksi, bahwa pesan dan nilai yang dibawa Islam adalah perayaan yang sesungguhnya untuk mensyukuri kenikmatan dan persaudaraan. Di dalam Islam, syukur nikmat dan persaudaraan akan menyentuh relung hati kita yang paling dalam. Dan saya menjadi salah satu Muslim yang merasakan kenikmatan itu semua, alhamdulillah. 


Idris Tawfiq

source : SABILI

Newer Post Older Post


Orlando TRax Spark Captiva Trailblazer Colorado

CHEVROLET ANDALAN BANDUNG: PENJUALAN-SERVICE-SPARE PARTS
Jl.Soekarno Hatta No.337A BANDUNG